Candi Cetho Karanganyar Yang Sejuk dan Cantik
Heading 2: Candi Cetho: Keindahan dan Keunikan Peninggalan Kerajaan di Jawa Tengah
Candi Cetho merupakan salah satu peninggalan kerajaan yang terletak di Dusun Cetho, Desa Gumeng, Kecamatan Jenawi, Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah. Candi ini memiliki keunikan dan keindahan yang membedakannya dari candi–candi lain di Jawa Tengah. Meskipun letaknya cukup sulit dijangkau dan terbatasnya akses transportasi, infrastruktur, dan fasilitas di sekitar kawasan wisata ini, namun Candi Cetho tetap menjadi daya tarik bagi para penggemar wisata sejarah.
Dengan harga tiket masuk sebesar Rp.7.000, pengunjung dapat memasuki area candi dan menikmati keindahan serta keunikan bangunan Cetho. Selain itu, pengunjung juga akan dikenakan biaya parkir sebesar Rp.2.000 untuk motor dan Rp.5.000 untuk mobil. Candi Cetho buka mulai pukul 07.00 hingga 17.00 WIB. Setelah membayar tiket masuk, pengunjung akan diberi pinjaman dan dibantu oleh petugas untuk mengenakan Kain Poleng pada bagian pinggang. Hal ini merupakan tradisi yang dilakukan sebagai bentuk penghormatan terhadap keberadaan candi dan sebagai simbol rasa hormat terhadap kepercayaan dan adat istiadat yang masih berlangsung di tempat ini.
Keunikan Candi Cetho terletak pada struktur, bentuk, dan ornamen bangunan yang berbeda dengan candi-candi lain di Jawa Tengah, Jawa Timur, dan DIY. Candi Cetho memiliki struktur punden berundak (berteras-teras) yang mengingatkan pada arsitektur candi Hindu-Buddha. Namun, yang membedakan Cetho adalah adanya pengaruh sinkretisme antara unsur Hinduisme dengan kultur asli Nusantara. Hal ini terlihat dari ikonografi atau gambar relief-relief candi yang memiliki bentuk menyerupai wayang, yang merupakan ciri dari masa akhir Hindu-Buddha. Pengaruh sinkretisme ini semakin terasa karena terdapat kesamaan antara Candi Cetho dan Candi Sukuh yang berdekatan.
Candi Cetho juga memiliki sejarah yang menarik. Meskipun laporan ilmiah tentang Candi Cetho telah ditulis sejak tahun 1842, penggalian dan rekonstruksi terhadap Cetho baru dilakukan pada tahun 1928 oleh Dinas Purbakala Hindia Belanda. Berdasarkan penelitian selanjutnya, Cetho didirikan pada masa pemerintahan Majapahit sekitar tahun 1373 Saka atau tahun 1451 Masehi. Hal ini dapat diketahui dari sengkalan yang terdapat di Cetho dan keberadaan batu-batu berhiaskan “Surya Majapahit” yang menjadi lambang kebesaran Majapahit. Cetho awalnya berupa reruntuhan batu berbentuk punden/teras yang terdiri dari 14 teras. Saat ini, kompleks bangunan Cetho hanya terdiri dari 13 teras dan yang selesai dipugar baru 9 teras.
Candi Cetho memiliki medan jalan yang cukup menantang. Lokasinya yang berada di lereng Gunung Lawu membuat jalan menuju Cetho memiliki kondisi yang cukup sulit. Jalannya yang sempit, berliku-liku, dan memiliki tanjakan yang tajam membuat perjalanan menuju Cetho membutuhkan kendaraan pribadi yang dalam kondisi prima dan ketrampilan mengemudi di atas rata-rata. Namun, perjalanan yang sulit ini akan terbayar dengan pemandangan yang menawan di sekitar Cetho. Di sebelah kiri dan kanan jalan, terdapat hamparan perkebunan teh dan persawahan milik penduduk setempat, dengan latar belakang perbukitan dan gunung-gunung yang menjulang tinggi. Lingkungan di kompleks wisata Cetho juga menawarkan keindahan yang memanjakan mata, sehingga pengunjung akan betah berlama-lama di sekitarnya.
Selain keindahan alam dan bangunan, Candi Cetho juga memiliki nilai spiritual dan sejarah yang sangat berarti. Cetho masih digunakan sebagai tempat ibadah dan tempat berziarah oleh umat Hindu. Di sini, pengunjung dapat belajar mengenai sejarah masa lalu melalui relief-relief, arca-arca, ornamen-ornamen, dan berbagai hal lain yang menyelimuti bangunan. Cetho juga sering dikunjungi oleh para pendaki gunung, karena terdapat basecamp dan rute menuju Puncak Gunung Lawu di sekitar kawasan ini.
Namun, sebagai tempat ibadah dan tempat bersejarah, terdapat beberapa larangan yang harus dipatuhi oleh pengunjung Candi Cetho. Salah satunya adalah mengenakan Kain Poleng yang disediakan oleh petugas saat memasuki area candi. Kain Poleng adalah kain bermotif kotak-kotak berwarna hitam dan putih yang merupakan simbol dari keberagaman dan keseimbangan dalam kehidupan. Selain itu, fasilitas di sekitar Cetho sangat terbatas. Tidak ada hotel atau penginapan mewah di sekitar candi, kecuali dua pondok wisata yang menyediakan kamar dengan tarif Rp.50.000 per malam. Oleh karena itu, pengunjung yang ingin menginap di sekitar Cetho disarankan untuk membawa makanan dan minuman sendiri, karena tidak ada warung yang buka pada malam hari.
Candi Cetho bukan hanya tempat wisata sejarah yang menarik, tetapi juga merupakan tempat yang sarat akan nilai-nilai spiritual dan keagamaan. Keunikan bangunan, pemandangan alam yang menakjubkan, dan suasana magis yang terasa di Cetho membuat pengunjung dapat belajar banyak tentang sejarah dan kebudayaan masa lampau. Dengan segala keindahan dan keunikan yang dimilikinya, Candi Cetho patut menjadi destinasi wisata yang wajib dikunjungi bagi para pecinta sejarah dan penggemar wisata budaya.